I’tikaf adalah di antara jalan mudah untuk meraih malam penuh kemuliaan,
lailatul qadar. I’tikaf secara bahasa berarti menetap pada sesuatu. Sedangkan
secara syar’i, i’tikaf berarti menetap di masjid untuk beribadah kepada Allah
dilakukan oleh orang yang khusus dengan tata cara yang khusus.
Apa tujuan i’tikaf? Ibnul Qayyim rahimahullah telah menjelaskan,
“Maksud i’tikaf adalah mengkonsentrasikan hati supaya beribadah
penuh pada Allah. I’tikaf berarti seseorang menyendiri dengan Allah dan
memutuskan dari berbagai macam kesibukan dengan makhluk. Yang
beri’tikaf hanya berkonsentrasi beribadah pada Allah saja. Dengan hati
yang berkonsentrasi seperti ini, ketergantungan hatinya pada makhluk
akan berganti pada Allah. Rasa cinta dan harapnya akan beralih pada
Allah. Ini tentu saja maksud besar dari ibadah mulia ini. Jika maksud i’tikaf
memang demikian, maka berarti i’tikaf semakin sempurna jika dilakukan
dengan ibadah puasa. Dan memang lebih afdhol dilakukan di hari-hari
puasa.”
a. I’tikaf Harus Dilakukan di Masjid
Menurut mayoritas ulama, i’tikaf disyari’atkan di semua masjid karena
keumuman firman Allah di atas (yang artinya) “Sedang kamu beri’tikaf
dalam masjid”
Imam Bukhari membawakan Bab dalam kitab Shahihnya, “I’tikaf pada
10 hari terakhir bulan Ramadhan dan i’tikaf di seluruh masjid.” Ibnu Hajar
menyatakan, “Ayat tersebut (surat Al Baqarah ayat 187) menyebutkan
disyaratkannya masjid, tanpa dikhususkan masjid tertentu”. Imam Malik mengatakan bahwa i’tikaf boleh dilakukan di masjid mana saja (asal ditegakkan shalat lima waktu di sana, -pen) karena
keumuman firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Sedang kamu beri’tikaf dalam masjid”(QS. Al Baqarah: 187). Ini juga menjadi pendapat Imam Asy Syafi’i. Namun Imam Asy Syafi’i rahimahullah menambahkan syarat, yaitu masjid tersebut diadakan juga shalat Jum’at. Tujuannya adalah agar ketika pelaksanaan shalat Jum’at, orang yang beri’tikaf tidak perlu keluar
dari masjid.
b. Wanita Boleh Beri’tikaf
Menurut mayoritas ulama, wanita boleh beri’tikaf di masjid sebagaimana lakilaki.
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam biasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan. Apabila selesai dari shalat
shubuh, beliau masuk ke tempat khusus i’tikaf beliau. Dia (Yahya bin Sa’id)
berkata: Kemudian ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha meminta izin untuk bisa
beri’tikaf bersama beliau, maka beliau mengizinkannya.
Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf
pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan hingga wafatnya kemudian
isteri-isteri beliau pun beri’tikaf setelah kepergian beliau.”
Wanita boleh beri’tikaf di masjid asalkan memenuhi 2 syarat: (1)
Meminta izin suami dan (2) Tidak menimbulkan fitnah (godaan bagi
laki-laki) sehingga wanita yang i’tikaf harus benar-benar menutup aurat
dengan sempurna dan juga tidak memakai wewangian.
c. Lama Waktu Berdiam di Masjid
Para ulama sepakat bahwa i’tikaf tidak ada batasan waktu maksimalnya.
Namun mereka berselisih pendapat berapa waktu minimal untuk dikatakan
sudah beri’tikaf.
Ibnu Hazm rahimahullah berkata, “I’tikaf dalam bahasa Arab berarti
iqamah (berdiam). … Setiap yang disebut berdiam di masjid dengan niatan
mendekatkan diri pada Allah, maka dinamakan i’tikaf, baik dilakukan
dalam waktu singkat atau pun lama. Karena tidak ada dalil dari Al Qur’an
maupun As Sunnah yang membatasi waktu minimalnya dengan bilangan
tertentu atau menetapkannya dengan waktu tertentu.”
Yang Membatalkan I’tikaf
1. Keluar masjid tanpa alasan syar’i dan tanpa ada kebutuhan yang
mubah yang mendesak.
2. Jima’ (bersetubuh) dengan istri.
Yang Dibolehkan Ketika I’tikaf
1. Keluar masjid disebabkan ada hajat yang mesti ditunaikan seperti
keluar untuk makan dan minum, serta ada hajat lain yang tidak bisa
dilakukan di dalam masjid.
2. Melakukan hal-hal mubah seperti mengantarkan orang yang
mengunjunginya sampai pintu masjid atau bercakap-cakap dengan
orang lain.
3. Istri mengunjungi suami yang beri’tikaf dan berdua-duaan dengannya.
4. Mandi dan berwudhu di masjid.
5. Membawa kasur untuk tidur di masjid.
Mulai Masuk dan Keluar Masjid
Jika ingin beri’tikaf selama 10 hari terakhir bulan Ramadhan, maka seorang
yang beri’tikaf mulai memasuki masjid setelah shalat Shubuh pada hari ke-21
dan keluar setelah shalat shubuh pada hari ‘Idul Fithri menuju lapangan.
Adab I’tikaf
Hendaknya ketika beri’tikaf seseorang menyibukkan diri dengan melakukan
ketaatan seperti berdo’a, dzikir, bershalawat pada Nabi, mengkaji Al Qur’an
dan mengkaji hadits. Dan dimakruhkan menyibukkan diri dengan perkataan
dan perbuatan yang tidak bermanfaat.