Panduan Shalat ‘Ied

Hukum Shalat ‘Ied
Menurut pendapat yang lebih kuat, hukum shalat ‘ied adalah wajib bagi setiap
muslim, baik laki-laki maupun perempuan yang dalam keadaan mukim

Waktu Pelaksanaan Shalat ‘Ied
Menurut mayoritas ulama –ulama Hanafiyah, Malikiyah dan Hambali-, waktu
shalat ‘ied dimulai dari matahari setinggi tombak282 sampai waktu zawal
(matahari bergeser ke barat).
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam biasa mengakhirkan shalat ‘Idul Fithri dan mempercepat
pelaksanaan shalat ‘Idul Adha. Ibnu ‘Umar yang sangat dikenal mencontoh
ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah keluar menuju lapangan
kecuali hingga matahari meninggi.”
Tujuan mengapa shalat ‘Idul Adha dikerjakan lebih awal adalah agar
orang-orang dapat segera menyembelih qurbannya. Sedangkan shalat
‘Idul Fitri agak diundur bertujuan agar kaum muslimin masih punya
kesempatan untuk menunaikan zakat fithri.

Tempat Pelaksanaan Shalat ‘Ied

Tempat pelaksanaan shalat ‘ied lebih utama (afdhol) dilakukan di tanah
lapang, kecuali jika ada udzur seperti hujan. Abu Sa’id Al Khudri mengatakan,
“Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar pada hari raya ‘Idul Fithri
dan ‘Idul Adha menuju tanah lapang.”

Tuntunan Ketika Hendak Keluar Melaksanakan Shalat ‘Ied
1. Disunnahkan untuk mandi sebelum berangkat shalat.
2. Berhias diri288 dan memakai pakaian yang terbaik.
3. Makan sebelum keluar menuju shalat ‘ied khusus untuk shalat
‘Idul Fithri. Dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘ied
pada hari Idul Fithri dan beliau makan terlebih dahulu. Sedangkan
pada hari Idul Adha, beliau tidak makan lebih dulu kecuali setelah
pulang dari shalat ‘ied baru beliau menyantap hasil qurbannya.”289
4. Bertakbir ketika keluar hendak shalat ‘ied. Dalam suatu riwayat
disebutkan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar hendak
shalat pada hari raya ‘Idul Fithri, lantas beliau bertakbir sampai
di lapangan dan sampai shalat hendak dilaksanakan. Ketika shalat
hendak dilaksanakan, beliau berhenti dari bertakbir.”

Tata cara takbir ketika berangkat shalat ‘ied ke lapangan:
(a) Disyari’atkan dilakukan oleh setiap orang dengan menjahrkan
(mengeraskan) bacaan takbir. Ini berdasarkan kesepakatan
empat ulama madzhab.
(b) Di antara lafazh takbir

5. Menyuruh wanita dan anak kecil untuk berangkat shalat ‘ied. Dalilnya
sebagaimana disebutkan dalam hadits Ummu ‘Athiyah yang telah
disebutkan. Namun wanita tetap harus memperhatikan adab-adab
ketika keluar rumah, yaitu tidak berhias diri dan tidak memakai
harum-haruman.
Sedangkan dalil mengenai anak kecil, Ibnu ‘Abbas –yang ketika
itu masih kecil- pernah ditanya, “Apakah engkau pernah menghadiri
shalat ‘ied bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Ia menjawab,
“Iya, aku menghadirinya. Seandainya bukan karena kedudukanku yang
termasuk sahabat-sahabat junior, tentu aku tidak akan menghadirinya.”

6. Melewati jalan pergi dan pulang yang berbeda.
7. Dianjurkan berjalan kaki sampai ke tempat shalat dan tidak memakai
kendaraan kecuali jika ada hajat.

Tidak Ada Shalat Sunnah Qobliyah ‘Ied dan Ba’diyah ‘Ied
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
keluar pada hari Idul Adha atau Idul Fithri, lalu beliau mengerjakan shalat ‘ied
dua raka’at, namun beliau tidak mengerjakan shalat qobliyah maupun ba’diyah
‘ied.”

Tidak Ada Adzan dan Iqamah Ketika Shalat ‘Ied
Dari Jabir bin Samuroh, ia berkata, “Aku pernah melaksanakan shalat ‘ied (Idul
Fithri dan Idul Adha) bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan
hanya sekali atau dua kali, ketika itu tidak ada adzan maupun iqamah.

Tata Cara Shalat ‘Ied
Jumlah raka’at shalat Idul Fithri dan Idul Adha adalah dua raka’at. Adapun tata
caranya adalah sebagai berikut.
1- Memulai dengan takbiratul ihrom, sebagaimana shalat-shalat lainnya.
2- Membaca do’a istiftah.
3- Kemudian bertakbir (takbir zawa-id/ tambahan) sebanyak tujuh kali
takbir -selain takbiratul ihrom- sebelum memulai membaca Al Fatihah.
Boleh mengangkat tangan ketika takbir-takbir tersebut sebagaimana
yang dicontohkan oleh Ibnu ‘Umar. Ibnul Qayyim rahimahullah
mengatakan, “Ibnu ‘Umar yang dikenal sangat meneladani Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengangkat tangannya dalam setiap
takbir.”
4- Di antara takbir-takbir (takbir zawa-id) yang ada tadi tidak ada
bacaan dzikir tertentu. Namun ada sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud,
ia mengatakan, “Di antara tiap takbir, hendaklah menyanjung dan
memuji Allah.”

5- Membaca ta’awudz.

6- Kemudian membaca Al Fatihah, dilanjutkan dengan membaca surat
lainnya. Surat yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
surat Qaaf pada raka’at pertama dan surat Al Qomar pada raka’at
kedua. Ada riwayat bahwa ‘Umar bin Al Khattab pernah menanyakan
pada Waqid Al Laitsiy mengenai surat apa yang dibaca oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat ‘Idul Adha dan ‘Idul Fithri.
Ia pun menjawab, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca
“Qaaf, wal qur’anil majiid” (surat Qaaf) dan “Iqtarobatis saa’atu wan
syaqqol qomar” (surat Al Qomar).”

7- Setelah membaca surat, kemudian melakukan gerakan shalat seperti
biasa (ruku, i’tidal, sujud, dan seterusnya).
8- Bertakbir ketika bangkit untuk mengerjakan raka’at kedua.
9- Kemudian bertakbir (takbir zawa-id/tambahan) sebanyak lima kali
takbir -selain takbir bangkit dari sujud- sebelum memulai membaca
Al Fatihah.
10- Kemudian membaca surat Al Fatihah dan surat lainnya sebagaimana
yang telah disebutkan di atas.
11- Mengerjakan gerakan lainnya hingga salam.Khutbah Setelah Shalat ‘Ied
Dari Ibnu ‘Umar, ia mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu
Bakr, begitu pula ‘Umar biasa melaksanakan shalat ‘ied sebelum khutbah.”

Khutbah Setelah Shalat ‘Ied
Dari Ibnu ‘Umar, ia mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu
Bakr, begitu pula ‘Umar biasa melaksanakan shalat ‘ied sebelum khutbah.”

Setelah melaksanakan shalat ‘ied, imam berdiri untuk melaksanakan
khutbah ‘ied dengan sekali khutbah (bukan dua kali seperti khutbah
Jum’at).

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Dan tidak diketahui dalam
satu hadits pun yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
membuka khutbah ‘iednya dengan bacaan takbir. … Namun beliau memang
sering mengucapkan takbir di tengah-tengah khutbah. Akan tetapi, hal ini
tidak menunjukkan bahwa beliau selalu memulai khutbah ‘iednya dengan
bacaan takbir.”

Ucapan Selamat Hari Raya
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, “Adapun tentang
ucapan selamat (tah-niah) ketika hari ‘ied seperti sebagian orang mengatakan
pada yang lainnya ketika berjumpa setelah shalat ‘ied, “Taqobbalallahu minna
wa minkum wa ahaalallahu ‘alaika” dan semacamnya, maka seperti ini telah
diriwayatkan oleh beberapa sahabat Nabi. Mereka biasa mengucapkan
semacam itu dan para imam juga memberikan keringanan dalam melakukan
hal ini sebagaimana Imam Ahmad dan lainnya. Akan tetapi, Imam Ahmad
mengatakan, “Aku tidak mau mendahului mengucapkan selamat hari raya
pada seorang pun. Namun kalau ada yang mengucapkan selamat padaku, aku
akan membalasnya”. Imam Ahmad melakukan semacam ini karena menjawab
ucapan selamat adalah wajib, sedangkan memulai mengucapkannya
bukanlah sesuatu yang dianjurkan. Dan sebenarnya bukan hanya beliau
yang tidak suka melakukan semacam ini. Intinya, barangsiapa yang ingin
mengucapkan selamat, maka ia memiliki qudwah (contoh). Dan barangsiapa
yang meninggalkannya, ia pun memiliki qudwah (contoh).”

Bila Hari ‘Ied Jatuh pada Hari Jum’at
Bila hari ‘ied jatuh pada hari Jum’at, maka bagi orang yang telah melaksanakan
shalat ‘ied, ia punya pilihan untuk menghadiri shalat Jum’at atau tidak. Namun imam masjid dianjurkan untuk tetap melaksanakan shalat Jum’at agar orangorang yang punya keinginan menunaikan shalat Jum’at bisa hadir, begitu pula
orang yang tidak shalat ‘ied bisa turut hadir. Pendapat ini dipilih oleh mayoritas
ulama Hambali. Dan pendapat ini didukung oleh riwayat dari ‘Umar, ‘Utsman,
‘Ali, Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas dan Ibnu Az Zubair. Dalil dari hal ini adalah:
Diriwayatkan dari Iyas bin Abi Romlah Asy Syamiy, ia berkata, “Aku
pernah menemani Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan ia bertanya pada Zaid
bin Arqom, “Apakah engkau pernah menyaksikan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bertemu dengan dua ‘ied (hari Idul Fithri atau Idul Adha
bertemu dengan hari Jum’at) dalam satu hari?” “Iya”, jawab Zaid. Kemudian
Mu’awiyah bertanya lagi, “Apa yang beliau lakukan ketika itu?” “Beliau
melaksanakan shalat ‘ied dan memberi keringanan untuk meninggalkan
shalat Jum’at”, jawab Zaid lagi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Siapa yang mau shalat Jum’at, maka silakan melaksanakannya.”

Diceritakan pula bahwa ‘Umar bin Al Khottob melakukan seperti
apa yang dilakukan oleh Ibnu Az Zubair. Begitu pula Ibnu ‘Umar tidak
menyalahkan perbuatan Ibnu Az Zubair. Begitu pula ‘Ali bin Abi Tholib
pernah mengatakan bahwa siapa yang telah menunaikan shalat ‘ied maka
ia boleh tidak menunaikan shalat Jum’at. Dan tidak diketahui ada pendapat
sahabat lain yang menyelisihi pendapat mereka-mereka ini.

Catatan:
Dianjurkan bagi imam masjid agar tetap mendirikan shalat Jum’at supaya
orang yang ingin menghadiri shalat Jum’at atau yang tidak shalat ‘ied bisa
menghadirinya. Dan siapa saja yang tidak menghadiri shalat Jum’at dan telah
menghadiri shalat ‘ied –baik pria maupun wanita- maka wajib baginya untuk
mengerjakan shalat Zhuhur (4 raka’at) sebagai ganti karena tidak menghadiri
shalat Jum’at.

Oleh Muhammad Abduh Tuasikal

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top