Blog

Panduan Shalat Tarawih

Seputar Shalat Tarawih


Shalat ini dinamakan tarawih yang artinya istirahat karena orang yang melakukan shalat tarawih beristirahat setelah melaksanakan shalat empat raka’at. Shalat tarawih termasuk qiyamul lail atau shalat malam. Akan tetapi shalat tarawih ini dikhususkan di bulan Ramadhan. Jadi, shalat tarawih adalah shalat malam yang dilakukan di bulan Ramadhan.
Para ulama sepakat bahwa hukum shalat tarawih adalah sunnah (dianjurkan). Shalat ini dianjurkan bagi laki-laki dan perempuan.
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengabarkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu malam keluar di tengah malam untuk melaksanakan shalat di masjid, orang-orang kemudian mengikuti beliau dan shalat di belakangnya. Pada waktu paginya orang-orang membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada malam berikutnya orang-orang yang berkumpul semakin banyak lalu ikut shalat dengan beliau. Dan pada waktu paginya orang-orang kembali membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada malam yang ketiga orang-orang yang hadir di masjid semakin bertambah banyak lagi, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar untuk shalat dan mereka shalat bersama beliau. Kemudian pada malam yang keempat, masjid sudah penuh dengan jama’ah hingga akhirnya beliau keluar hanya untuk shalat Shubuh. Setelah beliau selesai shalat Shubuh, beliau menghadap kepada orang banyak membaca syahadat lalu bersabda:
“Amma ba’du, sesungguhnya aku bukannya tidak tahu keberadaan kalian (semalam). Akan tetapi aku takut shalat tersebut akan diwajibkan atas kalian, sementara kalian tidak mampu.”
Imam Syafi’i,mayoritas ulama Syafi’iyah, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan sebagian ulama Malikiyah berpendapat bahwa lebih afdhol shalat tarawih dilaksanakan secara berjama’ah sebagaimana dilakukan oleh ‘Umar bin Al Khottob dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Kaum muslimin pun terus menerus melakukan shalat tarawih secara berjama’ah
karena merupakan syi’ar Islam yang begitu nampak sehingga serupa
dengan shalat ‘ied. Waktu pelaksanaan shalat tarawih adalah antara shalat Isya dan shalat Shubuh. Shalat ini dilaksanakan sebelum shalat witir.


Keutamaan Shalat Tarawih

  1. Akan mendapatkan ampunan dosa yang telah lalu. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”
    Yang dimaksud qiyam Ramadhan adalah shalat tarawih sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Nawawi.
  2. Shalat tarawih bersama imam seperti shalat semalam penuh. Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau bersabda, “Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala shalat satu malam penuh.”


Shalat Tarawih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam


Dari Abu Salamah bin ‘Abdirrahman, dia mengabarkan bahwa dia pernah bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Bagaimana shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhan?”. ‘Aisyah mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah jumlah raka’at dalam shalat malam di bulan Ramadhan dan tidak pula dalam shalat lainnya lebih dari 11 raka’at.”
Ibnu Hajar Al Haitsamiy mengatakan, “Tidak ada satu hadits shahih pun yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat tarawih 20 raka’at. Adapun hadits yang mengatakan “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan shalat (tarawih) 20 raka’at”, ini adalah hadits yang sangat-sangat lemah.”


Jumlah Raka’at Shalat Tarawih Tidak Dibatasi

  • Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya shalat malam tidak memiliki batasan jumlah raka’at tertentu. Shalat malam adalah shalat nafilah (yang dianjurkan), termasuk amalan dan perbuatan baik. Siapa saja boleh mengerjakan dengan sedikit raka’at. Siapa yang mau juga boleh mengerjakan dengan jumlah raka’at yang banyak.” Shalat tarawih tidaklah dibatasi jumlah raka’atnya dengan beberapa alasan: Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak membatasinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai shalat malam, beliau menjawab, “Shalat malam itu dua raka’at-dua raka’at. Jika salah seorang di antara kalian takut masuk waktu shubuh, maka kerjakanlah satu raka’at. Dengan itu berarti kalian menutup shalat tadi dengan witir.
    Padahal ini dalam konteks pertanyaan. Seandainya shalat malam itu ada batasannya, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjelaskannya.
  • Kita diperintahkan untuk memperbanyak sujud (artinya: memperbanyak shalat sunnah).
    Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bantulah aku (untuk mewujudkan cita-citamu) dengan memperbanyak sujud (yaitu memperbanyak shalat sunnah, pen).”
  • Banyak raka’at dipilih untuk mengejar kualitas lamanya shalat malam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan shalat malam dengan bacaan yang panjang dalam setiap raka’at. Di zaman setelah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang-orang begitu berat jika melakukan satu raka’at begitu lama. Akhirnya, ‘Umar memiliki inisiatif supaya shalat tarawih dikerjakan dua puluh raka’at. Tujuannya adalah agar bisa lebih lama menghidupkan malam Ramadhan, namun dengan bacaan yang ringan setiap raka’atnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Tatkala ‘Umar mengumpulkan manusia dan Ubay bin Ka’ab sebagai imam, dia melakukan shalat sebanyak 20 raka’at kemudian melaksanakan witir sebanyak tiga raka’at. Namun ketika itu bacaan setiap raka’at lebih ringan dengan diganti raka’at yang ditambah. Karena melakukan semacam ini lebih ringan bagi makmum daripada melakukan satu raka’at dengan bacaan yang begitu panjang.”
    Al Baaji rahimahullah mengatakan, “Boleh jadi ‘Umar memerintahkan para sahabat untuk melaksanakan shalat malam sebanyak 11 raka’at. Namun beliau memerintahkan seperti ini di mana bacaan tiap raka’at begitu panjang, yaitu imam sampai membaca 200 ayat dalam satu raka’at. Karena bacaan yang panjang dalam shalat adalah shalat yang lebih afdhol. Ketika manusia semakin lemah, ‘Umar kemudian memerintahkan para sahabat untuk melaksanakan shalat sebanyak 23 raka’at, yaitu dengan raka’at yang ringan-ringan. Dari sini mereka bisa mendapat Sebagian keutamaan dengan menambah jumlah raka’at.”
  • Manakah yang lebih utama melakukan shalat malam 11 raka’at dalam
    waktu 1 jam ataukah shalat malam 23 raka’at yang dilakukan dalam waktu dua jam atau tiga jam? Yang satu mendekati perbuatan Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam dari segi jumlah raka’at. Namun yang lain mendekati ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari segi lamanya. Manakah di antara kedua cara ini yang lebih baik? Jawabannya, tentu yang kedua yaitu yang shalatnya lebih lama dengan raka’at yang lebih banyak (artinya dari sisi kualitas lebih baik). Alasannya, karena pujian Allah terhadap orang yang waktu malamnya digunakan untuk shalat malam dan sedikit tidurnya. Allah Ta’ala berfirman, “Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam.” (QS. Adz Dzariyat: 17)
    Oleh karena itu, para ulama ada yang melakukan shalat malam hanya
    dengan 11 raka’at namun dengan raka’at yang panjang. Ada pula yang
    melakukannya dengan 20 raka’at atau 36 raka’at. Ada pula yang kurang
    atau lebih dari itu. Mereka di sini bukan bermaksud menyelisihi ajaran
    Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun yang mereka inginkan adalah
    mengikuti maksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (dari sisi kualitas)
    yaitu dengan mengerjakan shalat malam dengan thulul qunut (berdiri
    yang lama). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik shalat adalah yang lama berdirinya.”

 

Shalat Tarawih 23 Raka’at dengan Ngebut


Shalat tarawih 23 raka’at tidaklah bermasalah. Namun sayangnya yang
terjadi di masyarakat kita, jika yang dipilih 23 raka’at kadang sangat cepat.
Bahkan ada yang mengerjakan 23 raka’at lebih cepat selesai daripada yang
mengerjakan 11 raka’at. Padahal jika dalam shalat tidak ada thuma’ninah

(terlalu cepat), shalatnya tidak sah.

Thuma’ninah merupakan bagian dari rukun shalat. Kadar thuma’ninah
dalamruku’dansujudmenurutulamaSyafi’iyahadalahsudahmendapatsekali bacaan tasbih. Kalau di bawah kadar itu, berarti tidak ada
thuma’ninah. Kalau tidak ada thuma’ninah berarti hilanglah rukun shalat
dan membuat shalat tidak sah Mengenai perintah thuma’ninah disebutkan dalam hadits ketika Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada orang yang “ngebut”
shalatnya untuk mengulanginya. Dalilnya sebagai berikut,
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika masuk
masjid, maka masuklah seseorang lalu ia melaksanakan shalat. Setelah itu,
ia datang dan memberi salam pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu
beliau menjawab salamnya. Beliau berkata, “Ulangilah shalatmu karena
sesungguhnya engkau tidaklah shalat.
” Lalu ia pun shalat dan datang lalu
memberi salam pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau tetap berkata
yang sama seperti sebelumnya, “Ulangilah shalatmu karena sesungguhnya
engkau tidaklah shalat.
” Sampai diulangi hingga tiga kali. Orang yang
jelek shalatnya tersebut berkata, “Demi yang mengutusmu membawa
kebenaran, aku tidak bisa melakukan shalat sebaik dari itu. Makanya
ajarilah aku!” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengajarinya
dan bersabda, “Jika engkau hendak shalat, maka bertakbirlah. Kemudian bacalah ayat
Al Qur’an yang mudah bagimu. Lalu ruku’lah dan sertai thuma’ninah
ketika ruku’. Lalu bangkitlah dan beri’tidallah sambil berdiri. Kemudian
sujudlah sertai thuma’ninah ketika sujud. Kemudian bangkitlah dan
duduk antara dua sujud sambil thuma’ninah. Kemudian sujud kembali
sambil disertai thuma’ninah ketika sujud. Lakukan seperti itu dalam
setiap shalatmu.”

Syaikh ‘Abdurrahman bin Qosim berkata, “Banyak sekali imam
yang ketika melaksanakan shalat tarawih tanpa memakai nalar. Mereka
melakukannya tanpa ada thuma’ninah ketika ruku’ dan sujud. Padahal
huma’ninah termasuk rukun shalat. Dalam shalat kita pun dituntut untuk
menghadirkan hati dan mengambil pelajaran dari ayat-ayat Allah yang
dibaca. Tentu thuma’ninah dan khusyu’ tidak didapati ketika seseorang
ngebut dalam shalatnya. Jika mau dinilai, sedikit raka’at namun disertai
khusyu’ ketika ruku’ dan sujud itu lebih baik daripada banyak raka’at
namun dilakukan dengan ngebut yang jelas dilarang dalam shalat. Kalau mau dikata, mengerjakan shalat malam dengan 10 raka’at namun ada
thuma’ninah lebih baik daripada 20 raka’at dengan tergesa-gesa. Karena
ruh shalat adalah ketika hati itu benar-benar menghadap Allah.”


Salam Setiap Dua Raka’at


Parapakarfiqihberpendapatbahwashalattarawihdilakukandengansalam
setiap dua raka’at. Karena shalat tarawih termasuk shalat malam. Sedangkan
shalat malam dilakukan dengan dua raka’at salam dan dua raka’at salam.
Dasarnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Shalat malam adalah dua raka’at salam, dua raka’at salam.”

 

Istirahat Tiap Selesai Empat Raka’at


Dasar dari hal ini adalah perkataan ‘Aisyah yang menjelaskan tata cara shalat
malam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat 4 raka’at, maka
janganlah tanyakan mengenai bagus dan panjang raka’atnya. Kemudian
beliau melaksanakan shalat 4 raka’at lagi, maka janganlah tanyakan
mengenai bagus dan panjang raka’atnya.”

Yang dimaksud dalam hadits ini adalah shalatnya dua raka’at salam,
dua raka’at salam, namun setiap empat raka’at ada duduk istrirahat.

Shalat Tarawih bagi Wanita


Shalat tarawih di rumah lebih utama bagi wanita daripada di masjid. Hal ini
berdasarkan hadits dari Ummu Humaid, istri Abu Humaid As Saa’idiy. Ummu
Humaid pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata
bahwa dia sangat senang sekali bila dapat shalat bersama beliau. Kemudian
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ”Aku telah mengetahui bahwa engkau senang sekali jika dapat shalat
bersamaku. … (Namun ketahuilah bahwa) shalatmu di rumahmu lebih
baik dari shalatmu di masjid kaummu. Dan shalatmu di masjid kaummu
lebih baik daripada shalatmu di masjidku.”

 

Shalat Witir Menjadi Penutup Shalat Malam


Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jadikanlah akhir shalat kalian di malam hari adalah shalat witir.”
Jumlah raka›at shalat witir minimalnya adalah 1 raka›at, maksimalnya
adalah 11 raka›at. Jika berwitir dengan tiga raka›at, bisa dilakukan
dengan dua raka›at salam, lalu ditambah 1 raka›at salam. Boleh pula shalat
tersebut dilakukan dengan tiga raka’at langsung salam. Cara yang kedua
dilakukan dengan sekali tasyahud dan bukan dua kali tasyahud. Karena jika dijadikan dua kali tasyahud, maka miriplah dengan shalat maghrib.
Padahal shalat sunnah tidak boleh diserupakan dengan shalat wajib.

 

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *