Shalat Idul Fitri

  1. Hukum Shalat Idul Fitri

Imam Malik dan Imam Asy-Syafi‟i menurut pendapat yang masyhur di kalangan pengikutnya, menyatakan bahwa Shalat Idul Fitri hukumnya adalah Sunnah Muakkadah bagi laki-laki dan wanita. Dalilnya adalah hadits A‟rabi, yang dikatakan oleh Nabi kepada seorang A‟rabi bahwa yang wajib baginya hanyalah shalat lima waktu. Maka ia bertanya lagi, „Apakah ada shalat lain yang wajib bagiku?‟ Beliau menjawab, “Tidak ada, kecuali jika engkau ingin (tambahan) yang sunnah”‟
Catatan :

Wanita haidh boleh keluar untuk menghadiri shalat Idul Fitri, akan tetapi ia harus
menjauhi tempat shalat. Sebagaimana disebutkan dalam hadits; “Hendaklah para gadis keluar, demikian pula para gadis yang sedang dalam pingitan, juga wanita yang sedang haidh menjauhi tempat shalat. Hendaklah mereka semua menghadiri kebaikan, dan do‟anya kaum mukminin.”

  1. Waktu Shalat Idul Fitri

Waktu shalat Idul Fitri adalah waktu shalat Dhuha, dan tidak diperbolehkan terlalu mengakhirkannya. Diriwayatkan dari Yazid bin Khumair, ia berkata;
“Abdullah bin Busr –seorang sahabat Rasulullah- pergi bersama yang lainnya pada hari
raya Idul Fitri atau Idul Adha (keraguan perawi), lalu beliau mengingkari seorang imam
yang datang terlambat, beliau berkata, „Sesungguhnya dahulu kami telah telah selasai
melakukan pada saat-saat ini,‟ yaitu ketika masuk waktu at-tasbih.”
(HR. Abu Dawud : 1123)


Yaitu masuknya waktu shalat sunnah, tepatnya ketika matahari telah meninggi.
Catatan :


Yang lebih utama adalah melakukan shalat Idul Adha pada awal waktu, agar ada
waktu luang untuk memotong kurban. Adapun pada shalat Idul Fitri yang lebih utama
adalah diakhirkan agar ada waktu luang untuk membayar zakat fitrah. Wallahu a‟lam.

  1. Tempat Shalat Idul Fitri

Tempat shalat Idul Fitri adalah tanah lapang, bukan dimasjid. Karena Nabi keluar ke tanah lapang dan orang-orang setelah beliaupun melakukan hal yang sama.

Catatan :
Shalat Idul Fitri dilaksanakan di masjid kecuali karena udzur, seperti hujan dsb. Ini
adalah pendapat Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri dalam Mukhtashar
fiqih Islami.

  1. Tatacara Shalat Idul Fitri

Shalat Idul Fitri dilakukan dengan 2(dua) rakaat. Melakukan takbiratul ihram pada rakat pertama yang dilanjutkan dengan 7(tujuh) kali takbir lalu membaca Al-Fatihah dan surat. Pada rakaat yang kedua, setelah takbir berdiri, maka hendaklah ia bertakbir sebanyak 5(lima) kali, dilanjutkan dengan membaca Al-Fatihah dan surat.
Disunnahkan seorang imam membaca surat Al-A‟la dan surat Al-Ghasyiyah, atau dengan membaca surat Qaaf dan Al-Qamar. Dari Nu‟man bin Basyir;
“Pada waktu shalat dua hari raya dan shalat Jum‟at, Rasulullah membaca „Sabbihisma
Rabbilakal A‟laa
(surat Al-A‟la) dan Hal Ataka Hadiitsul Ghasyiyah (surat AlGhasyiyah),‟” (HR. Muslim : 878) Dari Ubaidullah bin Abdillah, dia berkata;
“Umar keluar pada hari raya. Lantas dia mengirim surat kepada Abu Waqid Al-Laitsi yang isinya, „Pada waktu hari raya seperti ini, (surat) apa yang dibaca Nabi?‟ Dia menjawab, “(Surat) Qaaf dan Waqtarabat (surat Al-Qamar).‟” (HR. Abu Dawud : 106)

Catatan :

v Khutbah Idul Fitri dilaksanakan setelah shalat. Dari Ibnu „Abbas, dia berkata; “Aku pernah menghadiri shalat Idul Fitri bersama Rasulullah, Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Masing-masing melaksanakan shalat sebelum khutbah. (HR. Bukhari : 964, Muslim : 884)


v Setelah selesai shalat Idul Fitri, imam menyampaikan khutbah satu kali dengan menghadap ke arah jama’ah.

v Tidak ada shalat sunnah sebelum dan sesudahnya. Dari Ibnu „Abbas; “Nabi Shalat Idul Fitri 2(dua) rakaat. Beliau tidak melakukan shalat sebelum dan
sesudahnya.” (HR. Muttafaq ‘Alaih, Bukhari : 964, Muslim : 884)
v Bila hari raya bertepatan dengan hari Jum’at maka kewajiban shalat Jum’at menjadi
gugur bagi orang-orang yang mengikuti Shalat Idul Fitri. Sedangkan bagi imam dan
orang-orang yang tidak mengikuti Shalat Idul Fitri, tetap harus melaksanakan shalat
Jum’at.
v Pada saat takbiratul ihram, setiap orang mengangkat kedua tangannya sebagaimana
di dalam shalat-shalat lainnya. Namun, ia tidak perlu mengangkat kedua tangannya
pada saat membaca takbir-takbir tambahan pada dua raka’at tersebut dalam Shalat
Idul Fitri. Ini adalah pendapat Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri dalam
Mukhtashar fiqih Islami.

  1. Hal-hal yang Disunnahkan Pada Waktu Hari Raya
  2. Mandi

Ali pernah ditanya tentang mandi besar (junub), lalu ia menjawab;
“Ketika Hari Jum‟at, Hari Arafah, Hari Raya Idul Fitri, dan Hari Raya Idul Adha.”
(Musnad Imam Asy-Syafi’i : 114)

  1. Mengenakan pakaian terbaik

Dari Ibnu „Abbas, dia berkata;

“Rasulullah pernah mengenakan pakaian merah bermotif pada waktu hari raya.”
(HR. Ath-Thabrani)

  1. Makan sebelum keluar untuk melakukan shalat Idul Fitri

Dari Anas, dia berkata;

Tidaklah Rasulullah keluar di pagi hari raya Idul Fitri melainkan makan beberapa buah kurma terlebih dahulu.” (HR. Tirmidzi : 448)

Catatan :


Mengakhirkan makan ketika hari raya Idul Adha hingga makan dari sembelihannya.
Dari Abu Buraidah; “Tidaklah Rasulullah keluar di pagi hari raya Idul Fitri (untuk melakukan shalat Idul Fitri) melainkan makan beberapa buah kurma terlebih dahulu. Dan tidaklah beliau makan pada waktu hari raya Idul Qurban kecuali setelah menyembelihnya.”(HR. Tirmidzi : 447)

  1. Menempuh jalan yang berbeda (ketika pergi dan pulang)

Dari Jabir; “Ketika hari raya, Nabi mengambil jalan yang berbeda.” (HR. Bukhari : 986)

  1. Bertakbir pada kedua hari raya

Allah berfirman; “…Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah : 185)

v Waktu takbir pada hari raya Idul Fitri semenjak keluar menuju tanah lapang hingga shalat akan ditegakkan.

v Waktu takbir pada hari raya Idul Adha semenjak shubuh hari „Arafah hingga di akhir (saat metahari terbenam) hari Tasyriq (tanggal 13 Dzulhijjah)

 

Oleh: Abu Hafizhah –Hafizhahullah

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top