Blog

Hal-hal yang Membatalkan Puasa

Yang hanya diwajibkan Qadha’:

  1. Makan dan minum dengan sengaja

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi bersabda;
“Barangsiapa lupa bahwa ia sedang berpuasa sehingga ia makan minum, maka sempurnakanlah puasanya karena sesungguhnya Allah telah memberikan makan dan minum kepadanya.” (HR. Bukhari : 1923, Muslim : 1555)

Jika terjadi pendarahan di mulut atau giginya maka jangan ditelan. Jika orang
yang berpuasa menelannya maka puasanya batal. Ini adalah pendapat Syaikh
Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri dalam Mukhtashar fiqih Islaminya.

  1. Muntah dengan sengaja

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi bersabda;
“Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja, maka ia tidak wajib menngqadha‟ puasa, dan barangsiapa yang sengaja muntah, maka ia wajib mengqadha‟.”
(HR. Tirmidzi : 716)

  1. Haidh dan Nifas

Meskipun haidh dan nifas terjadi pada detik-detik terakhir menjelang matahari
terbenam, maka puasanya batal dan waib diqadha‟ di hari yang lain. Ini adalah
kesepakatan para ulama.

Jika seorang wanita haidh suci sebelum terbit fajar, dan berniat untuk berpuasa,
maka puasanya sah, walaupun ia mengakhirkan mandi wajib sampai terbit fajar.
Ini adalah pendapat jumhur ulama.

  1. Sengaja mengeluarkan mani

Hal ini berdasarkan firman Allah didalam sebuah hadits Qudsi tentang kondisi orang
yang berpuasa;“Ia meninggalkan makan, minum, juga syahwatnya karena Aku.”
(HR. Bukhari : 1984, Muslim : 1151)

  1. Murtad (keluar dari Islam)

Hal ini berdasarkan firman Allah; “Jika engkau mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu”
(QS. Az-Zumar : 65)

  1. Seorang yang meninggal dan memiliki tanggungan puasa

Seorang yang meninggal dan memiliki tanggungan puasa, maka yang mengqadha‟nya adalah walinya.

Hal ini berdasarkan hadits „Aisyah bahwa Nabi bersabda,
“Barangsiapa meninggal dan ia mempunyai tanggungan puasa, maka hendaklah
walinya mengqadha‟nya.”
(HR. Bukhari : 1952, Muslim : 1147)

Yang diwajibkan Qadha’ sekaligus Kafarah:

  1. Jima’

Jika seorang suami sengaja jima‟ dengan isterinya –bukan karena keterpaksaan-,
maka batallah puasa kedua orang terebut, dan keduanya wajib mengqadha‟nya, akan tetapi kafarah hanya diwajibkan kepada suami saja.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, beliau berkata;
“Pada saat kami sedang duduk bersama Nabi, tiba-tiba ada seorang yang datang lalu berkata, „Wahai Rasulullah, binasalah aku.‟ Beliau bertanya, „Apa yang telah membinasakanmu?‟ Ia berkata, „Aku menggauli isteriku sementara aku sedang berpuasa, „kemudian Rasulullah bertanya, „Apakah engkau mampu memerdekakan seorang budak?‟ „Tidak‟ Jawabnya. „Apakah engkau sanggup berpuasa selama dua bulan berturut-turut?‟ Tanya Rasulullah. Ia menjawab,‟Tidak‟ Rasulullah bertanya kembali, „Sanggupkah engkau memberi makanan kepada 60 orang miskin?‟ Ia menjawab, „Tidak‟ (Abu Hurairah) berkata, „Kemudian Nabi diam, dan disaat kami sedang dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba saja Nabi diberi satu „araq (15 sha‟ = 60 mudd) kurma, Rasulullah bertanya, „Manakah orang yang bertanya tadi?‟ Ia menjawab „Aku.‟ Beliau bersabda, „Ambillah ini dan bersedekahlah dengannya!‟ Lalu orang itu bertanya, „Apakah (kurma) ini diberikan kepada orang yang lebih fakir daripada aku wahai Rasulullah? Demi Allah tidak ada satu keluarga diantara dua tempat yang banyak batu hitamnya di Madinah lebih fakir daripada keluarga kami, lalu Nabi tertawa hingga terlihat dua gigi taringnya, kemudian beliau berkata, „Berilah makan keluargamu dari sedekah itu.‟” (HR. Bukhari : 1936, Muslim : 1111)

v Jika seorang suami jima‟ dengan isterinya pada siang hari Ramadhan, maka
suami wajib membayar kaffarat, walaupun tidak keluar mani.
v Jika seorang suami jima‟ beberapa kali pada satu hari bulan Ramadhan, maka
ia hanya diwajibkan untuk membayar kaffarat satu kali
v Jika seorang suami jima‟ beberapa hari pada bulan Ramadhan, maka ia harus
membayar kaffarat setiap satu hari satu kaffarat. Ini adalah pendapat Imam
Malik, Imam Asy-Syafi‟i, dan sekelompok ulama‟

  1. Orang yang menunda qadha’ puasa tanpa alasaan yang syar’i, hingga datang
    Ramadhan berikutnya

Untuk seorang yang menunda qadha‟ puasa tanpa alasaan yang syar‟i, hingga
datang Ramadhan berikutnya, maka hendaklah ia mengqadha‟, bertubat, serta
memberi makan seorang miskin setiap hari yang ia berbuka didalamnya. Ini adalah
pendapat Al-Allamah Syaikh Bin Baz.

 

Oleh: Abu Hafizhah –Hafizhahullah-

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *