Zakat secara bahasa berarti an namaa’ (tumbuh), az ziyadah (bertambah),
ash sholah (perbaikan), menjernihkan sesuatu dan sesuatu yang
dikeluarkan dari pemilik untuk menyucikan dirinya.
Fithri sendiri berasal dari kata ifthor, artinya berbuka (tidak berpuasa).
Zakat disandarkan pada kata fithri karena fithri (tidak berpuasa lagi)
adalah sebab dikeluarkannya zakat tersebut. Ada pula ulama yang
menyebut zakat ini juga dengan sebutan “fithroh”, yang berarti fitrah/
naluri. Imam Nawawi mengatakan bahwa untuk harta yang dikeluarkan
sebagai zakat fithri disebut dengan “fithroh”. Istilah ini digunakan oleh
para pakar fikih.
Sedangkan menurut istilah, zakat fithri berarti zakat yang diwajibkan
karena berkaitan dengan waktu ifthor (tidak berpuasa lagi) dari bulan
Ramadhan.
Hikmah Disyari’atkan Zakat Fithri
Hikmah disyari’atkannya zakat fithri adalah: (1) untuk berkasih sayang
dengan orang miskin, yaitu mencukupi mereka agar jangan sampai memintaminta di hari ‘ied, (2) memberikan suka cita kepada orang miskin supaya
mereka pun dapat merasakan gembira di hari ‘ied, dan (3) membersihkan
kesalahan orang yang menjalankan puasa akibat kata yang sia-sia dan katakata yang kotor yang dilakukan selama berpuasa sebulan.
Hukum Zakat Fithri
Zakat Fithri adalah shodaqoh yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim pada
hari berbuka (tidak berpuasa lagi) dari bulan Ramadhan. Bahkan Ishaq
bin Rohuyah menyatakan bahwa wajibnya zakat fithri seperti ada ijma’
(kesepakatan ulama) di dalamnya.
Bukti dalil dari wajibnya zakat fithri adalah hadits Ibnu Umar
radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mewajibkan zakat fithri dengan satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum bagi
setiap muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan,
anak kecil maupun dewasa. Zakat tersebut diperintahkan untuk dikeluarkan
sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat ‘ied.”
Perlu diperhatikan bahwa shogir (anak kecil) dalam hadits ini tidak
termasuk di dalamnya janin. Karena ada sebagian ulama (seperti Ibnu
Hazm) yang mengatakan bahwa janin juga wajib dikeluarkan zakatnya.
Hal ini kurang tepat karena janin tidaklah disebut shogir dalam bahasa
Arab juga secara ‘urf (kebiasaan yang ada).
Yang Berkewajiban Membayar Zakat Fithri
Zakat fithri ini wajib ditunaikan oleh: (1) setiap muslim, (2) yang mampu
mengeluarkan zakat fithri.
Menurut mayoritas ulama, batasan mampu di sini adalah mempunyai
kelebihan makanan bagi dirinya dan yang ditanggung nafkahnya pada
malam dan siang hari ‘ied. Jadi apabila keadaan seseorang seperti ini
berarti dia dikatakan mampu dan wajib mengeluarkan zakat fithri.
Orang seperti ini yang disebut ghoni (berkecukupan) sebagaimana sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa meminta-minta padahal
dia memiliki sesuatu yang mencukupinya, maka sesungguhnya dia telah
mengumpulkan bara api.” Mereka berkata, ”Wahai Rasulullah, bagaimana
ukuran mencukupi tersebut?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, ”Seukuran makanan yang mengenyangkan untuk sehari-semalam.
Kapan Seseorang Mulai Terkena Kewajiban Membayar Zakat
Fithri?
Seseorang mulai terkena kewajiban membayar zakat fithri jika ia bertemu
terbenamnya matahari di malam hari raya Idul Fithri. Jika dia mendapati
waktu tersebut, maka wajib baginya membayar zakat fithri. Inilah yang
menjadi pendapat Imam Asy Syafi’i. Alasannya karena zakat fithri
berkaitan dengan hari fithri, hari tidak lagi berpuasa. Oleh karena itu, zakat
ini dinamakan demikian (disandarkan pada kata fithri) sehingga hukumnya
juga disandarkan pada waktu fithri tersebut.
Bentuk Zakat Fithri
Bentuk zakat fithri adalah berupa makanan pokok seperti kurma, gandum,
beras, kismis, keju dan semacamnya. Inilah pendapat yang benar sebagaimana
dipilih oleh ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
dalam Majmu’ Al Fatawa. Namun hal ini diselisihi oleh ulama Hanabilah yang
membatasi macam zakat fithri hanya pada dalil (yaitu kurma dan gandum).
Pendapat yang lebih tepat adalah pendapat pertama, tidak dibatasi pada dalil
saja.
Ukuran Zakat Fithri
Para ulama sepakat bahwa kadar wajib zakat fithri adalah satu sho’ dari semua
bentuk zakat fithri kecuali untuk qomh (gandum) dan zabib (kismis) sebagian
ulama membolehkan dengan setengah sho’. Dalil dari hal ini adalah hadits
Ibnu ‘Umar yang telah disebutkan bahwa zakat fithri itu seukuran satu sho’
kurma atau gandum. Dalil lainnya adalah dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu
‘anhu, ia mengatakan, “Dahulu di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kami
menunaikan zakat fithri berupa 1 sho’ bahan makanan, 1 sho’ kurma, 1 sho’
gandum atau 1 sho’ kismis.”
Satu sho’ adalah ukuran takaran yang ada di masa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Para ulama berselisih pendapat bagaimanakah ukuran
takaran ini. Lalu mereka berselisih pendapat lagi bagaimanakah ukuran
timbangannya. Satu sho’ dari semua jenis ini adalah seukuran empat
cakupan penuh telapak tangan yang sedang. Ukuran satu sho’ jika
diperkirakan dengan ukuran timbangan adalah sekitar 3 kg. Ulama
lainnya mengatakan bahwa satu sho’ kira-kira 2,157 kg.264 Artinya jika
zakat fithri dikeluarkan 2,5 kg seperti kebiasan di negeri kita, sudah
dianggap sah.
Bolehkah Mengeluarkan Zakat Fithri dengan Uang?
Ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa tidak boleh
menyalurkan zakat fithri dengan uang yang senilai dengan zakat. Karena
tidak ada satu pun dalil yang menyatakan dibolehkannya hal ini. Sedangkan
ulama Hanafiyah berpendapat bolehnya zakat fithri diganti dengan uang.
Pendapat yang tepat dalam masalah ini adalah tidak bolehnya zakat
fithri dengan uang sebagaimana pendapat mayoritas ulama.
Abu Daud mengatakan, “Imam Ahmad ditanya dan aku pun
menyimaknya. Beliau ditanya oleh seseorang, “Bolehkah aku menyerahkan
beberapa uang dirham untuk zakat fithri?” Jawaban Imam Ahmad, “Aku
khawatir seperti itu tidak sah. Mengeluarkan zakat fithri dengan uang
berarti menyelisihi perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”
Penerima Zakat Fithri
Para ulama berselisih pendapat mengenai siapakah yang berhak diberikan
zakat fithri. Mayoritas ulama berpendapat bahwa zakat fithri disalurkan
pada 8 golongan sebagaimana disebutkan dalam surat At Taubah ayat 60.
Sedangkan ulama Malikiyah, Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya
dan Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa zakat fithri hanyalah khusus untuk
fakir miskin saja.
Waktu Pengeluaran Zakat Fithri
Perlu diketahui bahwa waktu pembayaran zakat fithri ada dua macam: (1)
waktu afdhol yaitu mulai dari terbit fajar pada hari ‘idul fithri hingga dekat
waktu pelaksanaan shalat ‘ied; (2) waktu yang dibolehkan yaitu satu atau
dua hari sebelum ‘ied sebagaimana yang pernah dilakukan oleh sahabat Ibnu
‘Umar.
Bagaimana Menunaikan Zakat Fithri Setelah Shalat ‘Ied?
Barangsiapa menunaikan zakat fithri setelah shalat ‘ied tanpa ada udzur,
maka ia berdosa. Inilah yang menjadi pendapat ulama Malikiyah, Syafi’iyah
dan Hanabilah. Namun seluruh ulama pakar fikih sepakat bahwa zakat
fithri tidaklah gugur setelah selesai waktunya, karena zakat ini masih harus
dikeluarkan. Zakat tersebut masih menjadi utangan dan tidaklah gugur kecuali
dengan menunaikannya. Zakat ini adalah hak sesama hamba yang mesti ditunaikan. Oleh karena itu, bagi siapa saja yang menyerahkan zakat fithri
kepada suatu lembaga zakat, maka sudah seharusnya memperhatikan hal ini.
Sudah seharusnya lembaga zakat tersebut diberi pemahaman bahwa zakat
fithri harus dikeluarkan sebelum shalat ‘ied, bukan sesudahnya. Bahkan jika
zakat fithri diserahkan langsung pada si miskin yang berhak menerimanya,
maka itu pun dibolehkan.
Di Manakah Zakat Fithri Disalurkan?
Zakat fithri disalurkan di negeri tempat seseorang mendapatkan kewajiban
zakat fithri yaitu di saat ia mendapati waktu fithri (tidak berpuasa lagi).
Karena wajibnya zakat fithri ini berkaitan dengan sebab wajibnya yaitu
bertemu dengan waktu fithri.
Oleh Muhammad Abduh Tuasikal